Senin, 14 Desember 2015

TEORI-TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME



PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya.
Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda konkret.
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasilkan menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.
Teori belajar konstruktivisme mulai berkembang pada abad 19. Teori tersebut merupakan suatu teori yang lebih mementingkan proses dari pada hasil. Proses pembelajaran tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, tetapi lebih banyak melibatkan proses berfikir. Menurut teori ini ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah tetapi melalui proses yang berkesinambungan dan menyeluruh.
Melalui proses yang bermakna maka seorang anak akan tumbuh menjadi seorang individu yang lebih sempurna. Sama juga dalam hal belajar, penanaman proses lebih penting bila dibandingkan dengan penekanan hasil. Dengan proses yang bermakna maka akan dapat menghasilkan keluaran yang baik.
Teori belajar konstruktivisme ini bertitik tolak daripada teori pembelajaran Behaviorisme yang didukung oleh B.F Skinner yang mementingkan perubahan tingkah laku pada pelajar. Pembelajaran dianggap berlaku apabila terdapat perubahan tingkah laku kepada pelajar, contohnya dari tidak tahu kepada tahu. Hal ini, kemudiannya beralih kepada teori pembelajaran Kognitivisme yang diperkenalkan oleh Jean Piaget di mana ide utama pandangan ini adalah mental. Semua dalam diri individu diwakili melalui struktur mental dikenal sebagai skema yang akan menentukan bagaimana data dan informasi yang diterima, difahami oleh manusia. Jika ide tersebut sesuai dengan skema, ide ini akan diterima begitu juga sebaliknya dan seterusnya lahirlah teori pembelajaran Konstruktivisme yang merupakan pandangan terbaru di mana pengetahuan akan dibangun sendiri oleh pelajar berdasarkan pengetahuan yang ada pada mereka. Makna pengetahuan, sifat-sifat pengetahuan dan bagaimana seseorang menjadi tahu dan berpengetahuan, menjadi perhatian penting bagi aliran konstruktivisme.

Pada dasarnya perspektif ini mempunyai asumsi bahwa pengetahuan lebih bersifat kontekstual daripada absolut, yang memungkinkan adanya penafsiran jamak (multiple perspektives) bukan hanya satu perspektif saja. Hal ini berarti bahwa “pengetahuan dibentuk menjadi pemahaman individual melalui interaksi dengan lingkungan dan orang lain”. Peranan kontribusi siswa terhadap makna, pemahaman, dan proses belajar melalui kegiatan individual dan sosial menjadi sangat penting. Perspektif konstruktivisme mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan yang bersifat subyektif.
Jadi, Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Von Glasersfeld mengatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut para penganut konstruktif, pengetahuan dibina secara aktif oleh seseorang yang berfikir. Seseorang tidak akan menyerap pengetahuan dengan pasif. Untuk membangun suatu pengetahuan baru, peserta didik akan menyesuaikan informasi baru atau pengalaman yang disampaikan guru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimilikinya melalui berintekrasi sosial dengan peserta didik lain atau dengan gurunya. Konsep teori belajar konstruktivisme mempunyai interpretasi perwujudan yang beragam. Belajar merupakan proses aktif untuk megkonstruksi pengetahuan dan bukan proses menerima pengetahuan. Proses pembelajaran yang terjadi lebih dimaksudkan untuk membantu atau mendukung proses belajar, bukan sekedar untuk menyampaikan pengetahuan.

B.     Tujuan
1.      Menjelaskan asumsi-asumsi dasar Piaget.
2.      Menjelaskan proses konstruktivisme menurut Piaget.
3.      Menyebutkan aspek-aspek intelegensi.
4.      Menjelaskan dampak teori konstruktivisme.
5.      Menjelaskan aplikasi teori konstruktivisme.
6.      Menjelaskan Karakteristik manusia masa depan yang diharapkan
7.      Menjelaskan Konstruksi pengetahuan
8.      Menjelaskan Proses belajar menurut konstruktivistik
9.      Membandingan pembelajaran tradisional (Behavioristik) dan pembelajaran konstruktivistik.
10.  Menjelaskan Teori belajar Vygotsky













MATERI PEMBELAJARAN 1
TEORI KONSTRUKTIVISME JEAN PIAGET

1.      MATERI

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya.
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
Teori Piaget berlandaskan gagasan bahwa perkembngan anak bermakna membangun struktur kognitifnya atau peta mentalnya yang diistilahkan “scheme/skema” (Jamak = schemata/skemata) atau konsep jejaring untuk memahami dan menanggapi pengalam fisik sudah banyak dikembangkan oleh para ahli linguistik, psikologi kognitif dan psikolinguistik yang digunakan untuk menjelaskan dan memahami adanya interaksi antara sejumlah faktor kunci yang berpengaruh terhadap proses pemahaman. Secara ringkas dijelaskan bahwa menurut teori skema, seluruh pengetahuan diorganisasikan menjadi unit-unit, di dalam unit-unit pengetahuan ini, atau skemata ini, disimpanlah informasi. Sehingga skema dapat dimaknai sebagai suatu deskripsi umum atau suatu sistem konseptual untuk memahami pengetahuan tentang bagaimana pengetahuan itu dinyatakan atau tentang bagaimana pengetahuan itu diterapkan.
Lebih lanjut Piaget menyatakan bahwa struktur kognitif anak meningkat sesuai dengan perkembangan usianya, bergerak dari sekedar refleks-refleks awal seperti menangis dan menyusu, menuju aktivitas mental yang kompleks. Dasrnya tentu saja teori perkembangan kognitif, sehingga beberapa konsep pokok seperti skema, asimilasi dan akomodasi tetap relevan karena memang teori kognitivisme Piaget memiliki kesinambungan hubungan dengan teori kontruktivisme
Belajar menurut  konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.
Hal yang paling mendasar dari penemuan Piaget ini adalah belajar pada siswa tidak harus terjadi hanya karena seorang guru mengajarkan sesuatu padanya, Piaget percaya bahwa belajar terjadi karena siswa memang mengkonstruksi pengetahuan secara aktif darinya, dan ini diperkuat bila siswa mempunyai kontrol dan pilihan tentang hal yang dipelajari. Pengajaran oleh guru yang mengajak siswa untuk bereksplorasi, melakukan manipulasi, baik dalam bentuk fisik atau secara simbolik, bertanya dan mencari jawaban, membandingkan jawaban dari siswa lain akan lebih membantu siswa dalam belajar dan memahami sesuatu.
Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi.

A.    Asumsi-Asumsi Dasar Piaget
Piaget memperkenalkan sejumlah ide dan konsep untuk mendeskripsikan dan menjelaskan perubahan-perubahan dalam pemikiran logis yang diamatinya pada anak-anak dan orang dewasa. Diantaranya:
1.      Anak-anak adalah pembelajar yang aktif dan termotivasi.
Anak-anak adalah subjek yang secara alami memiliki ketertarikan terhadap dunia dan secara aktif mencari informasi yang dapat membantu mereka memahami dunia tersebut. Anak akan terus bereksperimen dengan objek-objek yang mereka jumpai, memanipulasinya dan mengamati dampak dari tindakan mereka.
2.      Anak-anak mengonstruksi pengetahuan mereka berdasarkan pengalaman.
Anak-anak tidak hanya sekedar mengumpulkan hal-hal yang mereka pelajari menjadi suatu koleksi fakta-fakta yang melekat pada diri mereka. Tetapi mereka juaa menggabungkan penglaman-pengalaman mereka menjadi suatu pandangan terintegrasi mengenai cara kerja dunia di sekitar mereka. Piaget mengemukakan bahwa anak-anak mengonstruksi keyakinan dan pemahaman mereka berdasarkan pengalaman yang mereka alami.
3.      Anak-anak belajar melalui dua proses yang saling melengkapi yaitu asimilasi dan akomodasi.
Piaget mengemukakan bahwa pembelajaran dan perkembangan kognitif terjadi sebagai hasi dua proses yang komplementer yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi melibatkan respons terhadap obje atau peristiwa sesuai dengan scema (pengetahuan) yang sudah ada. Ada kalanya anak-anak memodifikasi schema yang sudah ada atau membentuk rancangan yang benar-benar baru sehingga sesuai dengan objek atau peristiwa baru (akomodasi). Anak akan mendapatkan manfaat pengalaman-pengalaman baru jika mereka mampu menghubungkan pengalaman tersebut dengan pengetahuan dan keyakinan yang mereka miliki.
4.      Interaksi anak dengan lingkungan fisik dan social adalah faktor yang sangat penting bagi perkembangan kognitif.
Eksperimen yang dilakukan anak secara aktif terhadap dunia fisik merupakan elemen vital bagi pertumbuhan kognitif. Dengan mengeksplorasi dan memanipulasi objek-objek fisik mereka akan mempelajari karakteristik objek-objek tersebut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang berbasis penemuan (discovery learning) menjadi suatu aspek penting dalam proses belajar mengajar.
5.      Proses ekuilibrasi endorong kemajuan ke arah kemampuan berfikir yang makin kompleks.
Piaget mengemukakan anak-anak seringkali berada dalam kondisi ekuilibrium dimana mereka mampu menafsirkan dan merespon peristiwa baru dengan schema yang sudah ada.
Seiring tumbuh dan berkembang, kadang mereka menjumpai situasi dimana pengetahuan suatu keterampilan mereka tidak memadai. Situasi ini menimbulkan disekuibilirum yaitu sejenis ketidaknyamanan mental yang mendorong anak berusaha memahami hal-ahal yang sedang mereka observasi. Dengan mengubah atau menngorganisasi objek atau schema yang ada, pada akhirnya mereka mampu memahami peristiwa yang membingungkan itu. Proses dari ekuibilirum ke disekuibilirum kembali ke ekuibilirum ini disebut ekuilibrasi.
6.      Sebagai salah satu akibat dari perubahan kematangan otak, anak-anak berfikir dengan cara-cara yang secara kualitatif berbeda pada usia yang berbeda.
Piaget berspekulasi bahwa otak memang berubah secara signifikan dan perubahan tersebut memungkinkan terjadinya proses berfikir yang semakin kompleks.

B.     Proses mengkonstruksi
Tahapan Proses mengkonstruksi menurut Piaget adalah sebagai berikut:

1.      Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan  ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata.
Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (scheme). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Piaget memakai istilah “scheme” dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang. Sceme berhubungan dengan :
a)      Reflex-refleks pembawaan missal bernafas, makan, minum.
b)      Scheme mental misalnya scheme of classification, scheme of operation (pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap dan pola tingkah laku yang dapat diamati).

2.      Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
3.      Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
4.      Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.

C.    Aspek-Aspek Intelegensi
Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek, yaitu:

1.      Struktur, disebut dengan scheme.
2.      Isi, disebut dengan content, yaitu pola tingkah laku spesifik ketika individu menghadapi sesuatu masalah.
3.      Fungsi, disebut juga function, yang berhubungan dengan cara seorang mencapai kemajuan intelektual.
Fungsi terdiri dari dua macam fungsi invariant yaitu:
a)      Organisasi; berupa kecakapan seseorang/organism dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk system-sistem yang koheren.
b)      Adaptasi: yaitu adaptasi individu terhadap lingkungan yang terdiri dari 2 macam proses yang saling komplementer yaitu asimilasi dan akomodasi.

D.    Dampak Teori Kontruktivisme Piaget Terhadap Pembelajaran

1.      Kurikulum – pendidik  harus merencanakan kurikulum yang berkembang sesuai dengan peningkatan logika anak dan pertumbuhan konseptual anak.
2.      Pengajaran – guru harus lebih menekankan pentingnya peran pengalaman bagi anak, atau interaksi anak dengan lingkungan disekelilingnya. Misalnya guru harus mencermati peran penting konsep-konsep fundamental seperti kelestarian objek-objek, serta permainan yang menunjang struktur kognitif

E.     Aplikasi Konstruktivisme
Peranan Siswa. Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.
Peranan Guru. Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru hanya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi:
1.      Menumbuhkan kemandiriran dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.
2.      Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.
3.      Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.

Sarana belajar. Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berfikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional.

Evaluasi belajar. Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman. Hal ini memunculkan pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik. Ada perbedaan penerapan evaluasi belajar antara pandangan behavioristik (tradisional) yang obyektifis konstruktivistik. Pembelajaran yang diprogramkan dan didesain banyak mengacu pada obyektifis, sedangkan Piagetian dan tugas-tugas belajar discovery lebih mengarah pada konstruktivistik. Obyektifis mengakui adanya reliabilitas pengetahuan, bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi. Guru bertugas untuk menyampaikan pengetahuan tersebut. Realitas dunia dan strukturnya dapat dianalisis dan diuraikan, dan pemahaman seseorang akan dihasilkan oleh proses-proses eksternal dari struktur dunia nyata tersebut, sehingga belajar merupakan asimilasi objek-objek nyata. Tujuan para perancang dan guru-guru tradisional adalah menginterpretasikan kejadian-kejadian nyata yang akan diberikan kepada para siswanya.


Latihan Materi Belajar 1
1.      Bagaimana peranan guru dalam teori konstruktivisme Piaget?
2.      Jelaskan tahapan proses mengkonstruksi menurut Piaget!
3.      Berikan contoh aplikasi teori pembelajaran Piaget dalam pembelajaran Biologi!








DAFTAR PUSTAKA

Hanafira. 2010. Teori Konstruktivisme Jean Piaget. (online). http://hanafira.blogspot.com/2010/08/teori-konstruktivisme-jean-piaget.html. Diakses tanggal 5 Maret 2013
Suyono dan Hariyanto. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Tugino. 2011. Jean Piaget Tokoh Konstruktivisme dalam Pendidikan. (online).  http://tugino230171.wordpress.com/2011/01/24/jean-piaget-tokoh-konstruktivisme-dalam-pendidikan/. Diakses tanggal 5 Maret 2013

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates