PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Saat
ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada
proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme.
Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa
antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan
persoalannya.
Pembelajaran
di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga
kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada
benda-benda konkret.
Seorang
guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak
demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasilkan menanamkan konsep yang
benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar
bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan
sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana
mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus
membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.
Teori
belajar konstruktivisme mulai berkembang pada abad 19. Teori tersebut merupakan
suatu teori yang lebih mementingkan proses dari pada hasil. Proses pembelajaran
tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, tetapi lebih banyak
melibatkan proses berfikir. Menurut teori ini ilmu pengetahuan dibangun dalam
diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan
lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah tetapi melalui proses yang
berkesinambungan dan menyeluruh.
Melalui
proses yang bermakna maka seorang anak akan tumbuh menjadi seorang individu
yang lebih sempurna. Sama juga dalam hal belajar, penanaman proses lebih
penting bila dibandingkan dengan penekanan hasil. Dengan proses yang bermakna
maka akan dapat menghasilkan keluaran yang baik.
Teori
belajar konstruktivisme ini bertitik tolak daripada teori pembelajaran
Behaviorisme yang didukung oleh B.F Skinner yang mementingkan perubahan tingkah
laku pada pelajar. Pembelajaran dianggap berlaku apabila terdapat perubahan
tingkah laku kepada pelajar, contohnya dari tidak tahu kepada tahu. Hal ini,
kemudiannya beralih kepada teori pembelajaran Kognitivisme yang diperkenalkan
oleh Jean Piaget di mana ide utama pandangan ini adalah mental. Semua dalam
diri individu diwakili melalui struktur mental dikenal sebagai skema yang akan
menentukan bagaimana data dan informasi yang diterima, difahami oleh manusia.
Jika ide tersebut sesuai dengan skema, ide ini akan diterima begitu juga
sebaliknya dan seterusnya lahirlah teori pembelajaran Konstruktivisme yang
merupakan pandangan terbaru di mana pengetahuan akan dibangun sendiri oleh
pelajar berdasarkan pengetahuan yang ada pada mereka. Makna pengetahuan,
sifat-sifat pengetahuan dan bagaimana seseorang menjadi tahu dan
berpengetahuan, menjadi perhatian penting bagi aliran konstruktivisme.
Pada
dasarnya perspektif ini mempunyai asumsi bahwa pengetahuan lebih bersifat
kontekstual daripada absolut, yang memungkinkan adanya penafsiran jamak
(multiple perspektives) bukan hanya satu perspektif saja. Hal ini berarti bahwa
“pengetahuan dibentuk menjadi pemahaman individual melalui interaksi dengan
lingkungan dan orang lain”. Peranan kontribusi siswa terhadap makna, pemahaman,
dan proses belajar melalui kegiatan individual dan sosial menjadi sangat
penting. Perspektif konstruktivisme mempunyai pemahaman tentang belajar yang
lebih menekankan proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai
penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga
dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar dan strategi
belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang.
sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan yang bersifat subyektif.
Jadi,
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan
aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami
belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan
memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme
sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan
kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman.
Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Von
Glasersfeld mengatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan)
kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu
berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut
para penganut konstruktif, pengetahuan dibina secara aktif oleh seseorang yang
berfikir. Seseorang tidak akan menyerap pengetahuan dengan pasif. Untuk
membangun suatu pengetahuan baru, peserta didik akan menyesuaikan informasi
baru atau pengalaman yang disampaikan guru dengan pengetahuan atau pengalaman
yang telah dimilikinya melalui berintekrasi sosial dengan peserta didik lain
atau dengan gurunya. Konsep teori belajar konstruktivisme mempunyai
interpretasi perwujudan yang beragam. Belajar merupakan proses aktif untuk
megkonstruksi pengetahuan dan bukan proses menerima pengetahuan. Proses
pembelajaran yang terjadi lebih dimaksudkan untuk membantu atau mendukung
proses belajar, bukan sekedar untuk menyampaikan pengetahuan.
B. Tujuan
1.
Menjelaskan
asumsi-asumsi
dasar Piaget.
2.
Menjelaskan proses konstruktivisme
menurut Piaget.
3.
Menyebutkan aspek-aspek intelegensi.
4.
Menjelaskan dampak teori
konstruktivisme.
5.
Menjelaskan aplikasi teori
konstruktivisme.
6.
Menjelaskan Karakteristik manusia masa
depan yang diharapkan
7.
Menjelaskan Konstruksi pengetahuan
8.
Menjelaskan Proses belajar menurut
konstruktivistik
9.
Membandingan pembelajaran tradisional
(Behavioristik) dan pembelajaran konstruktivistik.
10.
Menjelaskan Teori belajar Vygotsky
MATERI
PEMBELAJARAN 1
TEORI
KONSTRUKTIVISME JEAN PIAGET
1.
MATERI
Teori
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran
behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat
mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar
sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi
makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme
sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan
kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman.
Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Menurut
teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan
pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun
sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan
untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan
secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat
memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang lebih
tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata –
kata mereka sendiri.
Dari
uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme
adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya,
mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan
konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan
dimilikinya.
Dalam
mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar
bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya,
menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya,
mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh
konstruksi yang baru.
Teori
Piaget berlandaskan gagasan bahwa perkembngan anak bermakna membangun struktur
kognitifnya atau peta mentalnya yang diistilahkan “scheme/skema” (Jamak =
schemata/skemata) atau konsep jejaring untuk memahami dan menanggapi
pengalam fisik sudah banyak dikembangkan oleh para ahli linguistik, psikologi
kognitif dan psikolinguistik yang digunakan untuk menjelaskan dan memahami
adanya interaksi antara sejumlah faktor kunci yang berpengaruh terhadap proses
pemahaman. Secara ringkas dijelaskan bahwa menurut teori skema, seluruh
pengetahuan diorganisasikan menjadi unit-unit, di dalam unit-unit pengetahuan
ini, atau skemata ini, disimpanlah informasi. Sehingga skema dapat dimaknai
sebagai suatu deskripsi umum atau suatu sistem konseptual untuk memahami
pengetahuan tentang bagaimana pengetahuan itu dinyatakan atau tentang bagaimana
pengetahuan itu diterapkan.
Lebih
lanjut Piaget menyatakan bahwa struktur kognitif anak meningkat sesuai dengan
perkembangan usianya, bergerak dari sekedar refleks-refleks awal seperti
menangis dan menyusu, menuju aktivitas mental yang kompleks. Dasrnya tentu saja
teori perkembangan kognitif, sehingga beberapa konsep pokok seperti skema,
asimilasi dan akomodasi tetap relevan karena memang teori kognitivisme Piaget
memiliki kesinambungan hubungan dengan teori kontruktivisme
Belajar
menurut konstruktivisme adalah suatu
proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang
dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya
dapat dikembangkan.
Hal
yang paling mendasar dari penemuan Piaget ini adalah belajar pada siswa tidak
harus terjadi hanya karena seorang guru mengajarkan sesuatu padanya, Piaget
percaya bahwa belajar terjadi karena siswa memang mengkonstruksi pengetahuan
secara aktif darinya, dan ini diperkuat bila siswa mempunyai kontrol dan
pilihan tentang hal yang dipelajari. Pengajaran oleh guru yang mengajak siswa
untuk bereksplorasi, melakukan manipulasi, baik dalam bentuk fisik atau secara
simbolik, bertanya dan mencari jawaban, membandingkan jawaban dari siswa lain
akan lebih membantu siswa dalam belajar dan memahami sesuatu.
Dalam
pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif
sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan
aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah
sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi.
A.
Asumsi-Asumsi
Dasar Piaget
Piaget
memperkenalkan sejumlah ide dan konsep untuk mendeskripsikan dan menjelaskan
perubahan-perubahan dalam pemikiran logis yang diamatinya pada anak-anak dan
orang dewasa. Diantaranya:
1.
Anak-anak adalah pembelajar yang aktif
dan termotivasi.
Anak-anak
adalah subjek yang secara alami memiliki ketertarikan terhadap dunia dan secara
aktif mencari informasi yang dapat membantu mereka memahami dunia tersebut.
Anak akan terus bereksperimen dengan objek-objek yang mereka jumpai,
memanipulasinya dan mengamati dampak dari tindakan mereka.
2.
Anak-anak mengonstruksi pengetahuan
mereka berdasarkan pengalaman.
Anak-anak
tidak hanya sekedar mengumpulkan hal-hal yang mereka pelajari menjadi suatu
koleksi fakta-fakta yang melekat pada diri mereka. Tetapi mereka juaa
menggabungkan penglaman-pengalaman mereka menjadi suatu pandangan terintegrasi
mengenai cara kerja dunia di sekitar mereka. Piaget mengemukakan bahwa
anak-anak mengonstruksi keyakinan dan pemahaman mereka berdasarkan pengalaman
yang mereka alami.
3.
Anak-anak belajar melalui dua proses
yang saling melengkapi yaitu asimilasi dan akomodasi.
Piaget
mengemukakan bahwa pembelajaran dan perkembangan kognitif terjadi sebagai hasi
dua proses yang komplementer yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
melibatkan respons terhadap obje atau peristiwa sesuai dengan scema
(pengetahuan) yang sudah ada. Ada kalanya anak-anak memodifikasi schema yang
sudah ada atau membentuk rancangan yang benar-benar baru sehingga sesuai dengan
objek atau peristiwa baru (akomodasi). Anak akan mendapatkan manfaat
pengalaman-pengalaman baru jika mereka mampu menghubungkan pengalaman tersebut
dengan pengetahuan dan keyakinan yang mereka miliki.
4.
Interaksi anak dengan lingkungan fisik
dan social adalah faktor yang sangat penting bagi perkembangan kognitif.
Eksperimen
yang dilakukan anak secara aktif terhadap dunia fisik merupakan elemen vital
bagi pertumbuhan kognitif. Dengan mengeksplorasi dan memanipulasi objek-objek
fisik mereka akan mempelajari karakteristik objek-objek tersebut. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran yang berbasis penemuan (discovery learning)
menjadi suatu aspek penting dalam proses belajar mengajar.
5.
Proses ekuilibrasi endorong kemajuan ke
arah kemampuan berfikir yang makin kompleks.
Piaget
mengemukakan anak-anak seringkali berada dalam kondisi ekuilibrium dimana
mereka mampu menafsirkan dan merespon peristiwa baru dengan schema yang sudah
ada.
Seiring
tumbuh dan berkembang, kadang mereka menjumpai situasi dimana pengetahuan suatu
keterampilan mereka tidak memadai. Situasi ini menimbulkan disekuibilirum yaitu
sejenis ketidaknyamanan mental yang mendorong anak berusaha memahami hal-ahal
yang sedang mereka observasi. Dengan mengubah atau menngorganisasi objek atau
schema yang ada, pada akhirnya mereka mampu memahami peristiwa yang
membingungkan itu. Proses dari ekuibilirum ke disekuibilirum kembali ke ekuibilirum
ini disebut ekuilibrasi.
6.
Sebagai salah satu akibat dari perubahan
kematangan otak, anak-anak berfikir dengan cara-cara yang secara kualitatif
berbeda pada usia yang berbeda.
Piaget
berspekulasi bahwa otak memang berubah secara signifikan dan perubahan tersebut
memungkinkan terjadinya proses berfikir yang semakin kompleks.
B.
Proses
mengkonstruksi
Tahapan
Proses mengkonstruksi menurut Piaget adalah sebagai berikut:
1.
Skemata
Sekumpulan
konsep yang digunakan ketika
berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata.
Sejak
kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (scheme). Skema terbentuk karena
pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang
sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan
keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada
akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema
tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak,
maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema
dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Piaget
memakai istilah “scheme” dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah
laku yang dapat diulang. Sceme berhubungan dengan :
a) Reflex-refleks
pembawaan missal bernafas, makan, minum.
b) Scheme
mental misalnya scheme of classification, scheme of operation (pola tingkah
laku yang masih sukar diamati seperti sikap dan pola tingkah laku yang dapat
diamati).
2.
Asimilasi
Asimilasi
adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam
pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan
dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah
ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan
perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah
salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri
dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
3.
Akomodasi
Dalam
menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang
telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi
tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau
memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
4.
Keseimbangan
Ekuilibrasi
adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi
adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi,
ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur
dalamnya.
C.
Aspek-Aspek
Intelegensi
Menurut
Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek, yaitu:
1.
Struktur, disebut dengan scheme.
2.
Isi, disebut dengan content, yaitu pola
tingkah laku spesifik ketika individu menghadapi sesuatu masalah.
3.
Fungsi, disebut juga function, yang
berhubungan dengan cara seorang mencapai kemajuan intelektual.
Fungsi
terdiri dari dua macam fungsi invariant yaitu:
a) Organisasi;
berupa kecakapan seseorang/organism dalam menyusun proses-proses fisik dan
psikis dalam bentuk system-sistem yang koheren.
b) Adaptasi:
yaitu adaptasi individu terhadap lingkungan yang terdiri dari 2 macam proses
yang saling komplementer yaitu asimilasi dan akomodasi.
D.
Dampak
Teori Kontruktivisme Piaget Terhadap Pembelajaran
1.
Kurikulum – pendidik harus merencanakan kurikulum yang berkembang
sesuai dengan peningkatan logika anak dan pertumbuhan konseptual anak.
2.
Pengajaran – guru harus lebih menekankan
pentingnya peran pengalaman bagi anak, atau interaksi anak dengan lingkungan
disekelilingnya. Misalnya guru harus mencermati peran penting konsep-konsep
fundamental seperti kelestarian objek-objek, serta permainan yang menunjang
struktur kognitif
E.
Aplikasi
Konstruktivisme
Peranan
Siswa. Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses
pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa belajar. Ia
harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi
makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus
mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi
terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala
belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan
bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
Paradigma
konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan
awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar
dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan
awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru,
sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.
Peranan Guru. Dalam
belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian
pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru hanya membantu siswa untuk
membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut lebih memahami jalan pikiran
atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa
satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
Peranan kunci guru
dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi:
1.
Menumbuhkan kemandiriran dengan
menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.
2.
Menumbuhkan kemampuan mengambil
keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.
3.
Menyediakan sistem dukungan yang
memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk
berlatih.
Sarana belajar.
Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan
belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas
lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan
untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya.
Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berfikir sendiri,
memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu
mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional.
Evaluasi belajar.
Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat
mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas,
konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada
pengalaman. Hal ini memunculkan pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar
konstruktivistik. Ada perbedaan penerapan evaluasi belajar antara pandangan
behavioristik (tradisional) yang obyektifis konstruktivistik. Pembelajaran yang
diprogramkan dan didesain banyak mengacu pada obyektifis, sedangkan Piagetian
dan tugas-tugas belajar discovery lebih mengarah pada konstruktivistik.
Obyektifis mengakui adanya reliabilitas pengetahuan, bahwa pengetahuan adalah
obyektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan
rapi. Guru bertugas untuk menyampaikan pengetahuan tersebut. Realitas dunia dan
strukturnya dapat dianalisis dan diuraikan, dan pemahaman seseorang akan
dihasilkan oleh proses-proses eksternal dari struktur dunia nyata tersebut,
sehingga belajar merupakan asimilasi objek-objek nyata. Tujuan para perancang
dan guru-guru tradisional adalah menginterpretasikan kejadian-kejadian nyata
yang akan diberikan kepada para siswanya.
Latihan
Materi Belajar 1
1. Bagaimana
peranan guru dalam teori konstruktivisme Piaget?
2. Jelaskan
tahapan proses mengkonstruksi menurut Piaget!
3. Berikan
contoh aplikasi teori pembelajaran Piaget dalam pembelajaran Biologi!
DAFTAR PUSTAKA
Hanafira. 2010. Teori
Konstruktivisme Jean Piaget. (online). http://hanafira.blogspot.com/2010/08/teori-konstruktivisme-jean-piaget.html. Diakses tanggal 5 Maret 2013
Suyono dan Hariyanto. 2012.
Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Tugino. 2011. Jean Piaget
Tokoh Konstruktivisme dalam Pendidikan. (online). http://tugino230171.wordpress.com/2011/01/24/jean-piaget-tokoh-konstruktivisme-dalam-pendidikan/. Diakses tanggal 5 Maret 2013
0 komentar:
Posting Komentar